Jakarta, 22 Agustus 2024 – Nilai tukar rupiah kembali melemah signifikan pada perdagangan Kamis (22/8), ditutup pada level Rp15.600 per dolar AS. Mata uang Garuda merosot 100 poin atau 0,65 persen dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya, menambah tekanan pada pasar keuangan domestik.
Kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat rupiah berada di posisi Rp15.579 per dolar AS pada perdagangan sore ini, menegaskan tren pelemahan mata uang nasional.
Di kawasan Asia, pergerakan mata uang terpantau bervariasi. Peso Filipina mencatatkan penguatan 0,36 persen, sementara baht Thailand, ringgit Malaysia, dan won Korea Selatan masing-masing mengalami pelemahan sebesar 0,20 persen, 0,12 persen, dan 0,12 persen. Dolar Singapura dan yuan China juga menunjukkan pelemahan tipis, masing-masing 0,08 persen dan 0,03 persen.
Mata uang negara maju juga menutup perdagangan dengan pergerakan yang beragam. Poundsterling Inggris menguat 0,04 persen, euro Eropa melemah 0,14 persen, sementara franc Swiss, dolar Kanada, dan dolar Australia masing-masing mencatatkan penguatan sebesar 0,16 persen, 0,13 persen, dan 0,04 persen.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong, menilai pelemahan tajam rupiah ini didorong oleh reaksi negatif investor terhadap polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan pencalonan kepala daerah dinilai menambah eskalasi politik, sehingga meningkatkan ketidakpastian di pasar.
“Investor merespons negatif terkait keputusan Baleg DPR yang menganulir putusan MK,” ujar Lukman kepada CNNIndonesia.com, menjelaskan alasan di balik pelemahan rupiah hari ini.
Selain itu, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, menambahkan bahwa ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga turut memberikan tekanan pada rupiah. Meskipun kondisi ekonomi domestik Indonesia dinilai cukup kuat, prospek pertumbuhan ekonomi global yang masih mengkhawatirkan dapat memperburuk situasi.
“Perlambatan ekonomi global ini dapat memberikan tekanan pada sektor eksternal Indonesia, sehingga meningkatkan risiko pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di tengah tren ekspansi defisit fiskal,” kata Ibrahim.
Pelemahan rupiah ini menjadi sinyal bagi para pelaku pasar untuk tetap waspada terhadap perkembangan politik dan ekonomi, baik di dalam negeri maupun global, yang dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.