Jakarta – Masoud Pezeshkian,
Calon presiden (capres) reformis Iran, akhirnya keluar sebagai pemenang usai memenangkan pemilihan presiden (pilpres) putaran kedua melawan capres ultrakonservatif, Saeed Jalili, yang digelar pada Jumat (5/7) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP dan Press TV, Sabtu (6/7/2024), juru bicara kantor pusat pemilu Iran, yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri Iran, Mohsen Eslami dalam pernyataannya menyebut penghitungan suara telah selesai dilakukan pada Sabtu (6/7), setelah pemungutan suara digelar sehari sebelumnya.
Hasil penghitungan itu, sebut Eslami, menunjukkan bahwa dari total 30.530.157 suara yang telah dihitung, Pezeshkian memperoleh lebih dari 16 juta suara (tepatnya 16.384.403 suara), sedangkan Jalili meraup lebih dari 13 juta suara (13.538.179 suara).
Selisih suara di antara kedua capres pada akhirnya mencapai lebih dari dua juta suara.
Dengan hasil tersebut, maka menurut Eslami dalam pernyataannya, Pezeshkian telah menang atas Jalili dalam pilpres putaran kedua. Dia akan menjabat sebagai Presiden baru Iran untuk menggantikan mendiang Presiden Ebrahim Raisi.
Data penghitungan akhir itu dirilis otoritas Teheran pada Sabtu (6/7) pagi, sekitar pukul 06.45 waktu setempat. Disebutkan bahwa jumlah partisipasi pemilih dalam putaran kedua mencapai 49,8 persen.
Pilpres Iran digelar lebih awal setelah Raisi meninggal dunia dalam kecelakaan helikopter pada 19 Mei lalu. Pilpres putaran pertama yang digelar pada 28 Juni lalu tercatat sebagai pemilu dengan jumlah pemilih yang rendah.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yang memegang kekuasaan tertinggi di negara itu menyerukan agar jumlah pemilih lebih banyak dalam putaran kedua yang digelar pada Jumat (5/7) kemarin. Dia menekankan pentingnya pemilu untuk Iran.
Pemungutan suara digelar saat meningkatnya ketegangen regional akibat perang Gaza, perselisihan dengan negara-negara Barat terkait program nuklir Iran. dan ketidakpuasan dalam negeri atas kondisi perekonomian Teheran yang terjerat sanksi.
Putaran pertama, Pezeshkian yang merupakan satu-satunya capres reformis diperbolehkan mencalonkan diri berhasil meraih jumlah suara terbanyak sekitar 42 persen. Sedangkan Jalili berada di urutan kedua dengan sekitar 39 persen suara.
Hanya 40 persen dari total 61 juta pemilih yang memenuhi syarat di Iran yang menggunakan hak suaranya dalam putaran pertama. Angka itu tercatat sebagai jumlah pemilih terendah dalam pilpres Iran sejak Revolusi Islam tahun 1979 silam.
Sosok Pezeshkian yang tidak banyak dikenal, merupakan seorang dokter bedah jantung yang berusia 69 tahun. Sebagai capres reformis, dia menyerukan “hubungan konstruktif” dengan negara-negara Barat untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir guna “mengeluarkan Iran dari isolasi”.
Dia didukung oleh mantan Presiden Mohammad Khatami dan mantan Presiden Hassan Rouhani yang beraliran moderat.
Sementara Jalili yang berusia 58 tahun merupakan mantan perunding nuklir Iran yang dikenal luas karena sikapnya yang anti-Barat. Selama kampanye, dia mengumpulkan banyak pendukung garis keras dan mendapat dukungan dari tokoh-tokoh konservatif Iran.